Di-PHK Sepihak, Ratusan Pekerja Menuntut Hak Mereka Dibayarkan

Ratusan pekerja PT. Rimba Matoa Lestari yang berada di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura memprotes keputusan menajemen perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 106 pekerja pada pekan lalu/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com – Ratusan pekerja PT. Rimba Matoa Lestari yang berada di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura memprotes keputusan menajemen perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 106 pekerja pada pekan lalu.

Para pekerja menuntut agar perusahaan membayarkan uang pesangon kepada seluruh pekerja yang di-PHK, mengingat mereka sudah bekerja lebih dari tiga tahun di perusahaan tersebut.

Salah satu pekerja yang di PHK, Ruki Ginokio, Pemutusan Hubungan Kerja ini dilakukan setelah ratusan karyawan meminta kepada menajemen untuk menurunkan basis kerja. Namun permintaan itu tidak digubris oleh menajemen.

“ Pada saat kami melakukan mogok kerja, tiba-tiba kami dipanggil oleh menajemen perusahaan dan memberikan surat PHK kepada kami, tapi kami tolak. Alasan kami menolak karena permintaan kami bukan ingin berhenti kerja, namun meminta basis kerja kami diturunkan,” jelasnya.

Lanjut Ruki, meski diberhentikan secara sepihak, mereka memaksa untuk bertahan dan menuntut hak mereka dibayarkan. Namun disaat yang sama perusahaan mengerahkan sejumlah aparat kepolisian untuk mengintimidasi pekerja yang menolak di-PHK. 

“ Awalnya kita masih bertahan dan meminta hak kita dibayarkan karena kami sudah bekerja diatas 3 tahun. Tapi perusahaan melibatkan sejumlah oknum polisi untuk mngintimidasi kami yang menolak tanda tangan,” bebernya.

“Kami diintimidasi untuk tandatagan surat PHK yang diberikan perusahaan. Bahkan ada dari kami yang diancam kalau tidak tanda tangan maka akan diculik, makanya kami terpaksa tandatangan,” ungkapnya.
Selain diintimiadasi, Ruki juga mengaku bahwa seluruh pekerja yang menolak di-PHK dikeluarkan secara paksa dari camp milik perusahaan.

“Tidak hanya diintimidasi, tapi pintu camp yang kami tinggali di dobrak dan seluruh barang yang ada di dalam dikeluarkan paksa oleh oknum polisi,” ujarnya.
Meski sudah di-PHK sepihak, ratusan pekerja ini masih menuntut agar hak mereka dibayarkan oleh perusahaan agar bisa digunakan untuk kembali ke daerah asal di Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kita harap agar hak kita segera dibayar (pesangon) karena kami ingin kembali ke daerah kami. Kami sangat kecewa dengan sikap perusahaan karena waktu kami datang dijemput secara baik, namun sampai disini kami ditelantarkan,” imbuhnya.

Sementara itu, Perwakilan PT. Rimba Matoa Lestari, Fransiskus Saferius Temiguysa, menyebut, pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan sesuai aturan yang berlaku karena para pekerja melakukan mogok kerja selama satu minggu sehingga perusahaan mengambil sikap untuk memberhentikan para pekerja tersebut.

“Hari pertama mereka melakukan mogok kerja sudah kami panggil dan bicara dengan baik. Kami jelaskan bahwa penurunan basis kerja baru bisa dilakukan dalam 2-3 bulan kedepan, tidak bisa langsung seperti permintaan mereka, namun mereka menolak usulan kami ini,” jelasnya.

“Selama tujuh hari kami berupaya memberikan kesempatan untuk kembali bekerja, tapi karena mereka tidak kembali bekerja, maka perusahaan mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan mereka. Jadi apa yang ami lakukan sudah sesuai aturan yang ada di perusahaan,” bebernya.

Disinggung soal upaya pemaksaan dan intimidasi dari aparat kepolisian kepada para pekerja yang di-PHK. Fransiskus dengan tegas membantah pernyataan tersebut.

“Kalau ada tindakan-tindakan yang tidak mengenakan kepada para pekerja oleh aparat yang melakukan pengamanan, saya ingin sampaikan bahwa sampai saat ini kami belum mendapatkan informasi terkait tindakan itu,” akunya.

Para pekerja yang di-PHK mengancam akan melakukan pemalangan di areal perusahaan jika permintaan mereka terkait pembayaran pesangon tidak dibayarkan dalam waktu dekat.*