Tokoh Intelektual dan Masyarakat Tolak Penetapan Sekda Definitif Papua

Sejumlah tokoh pemuda, tokoh intelektual dan tokoh masyarakat adat papua saat memberikan keterangan pers di Kota Jayapura/ Andy

JAYAPURA, wartaplus.com - Sejumlah tokoh pemuda, tokoh intelektual dan tokoh masyarakat adat papua menolak penetapan Dance Yulian Flassy sebagai Sekertaris Daerah Definitif Provinsi Papua melalui keputusan presiden nomor 314/Adm, TPA/09/2020.

Penolakan ini dinilai dilakukan karena diduga tidak sesuai hasil yang diserahkan panitia seleksi karena berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan menempatkan Doren Wakerwa yang mendapat nilai tertinggi, sementara Dance Yulian Flassy mendapat nilai terendah yakni urutan tiga.

“Kami masyarakat papua sudah mengikuti proses tahapan seleksi dan hasilnya dari 3 nama yang lolos seleksi, pak Doren Wakerwa mendapat nilai tertinggi yakni 74,99 sementara pak Dance Yulian Flassy hanya mendapat nilai 67,30. Tapi kenapa bukan pak Doren Wakerwa yang dipilih melainkan orang lain, ini ada apa? Ada kepentingan apa? Untuk itu kami menolak penetapan pak Dance Yulian Flassy sebagai Sekda Provinsi Papua,” kata Der Tabuni selaku Koordinator Tokoh Intelektual Papua di Kota Jayapura, Minggu (1/11) sore.

“Kami tokoh pemuda, tokoh intelektual, tokoh gereja, tokoh adat dengan tegas menolak kepentingan politik dalam pengangkatan Pejabat Tinggi Madya di Provinsi Papua. Kami dengan tegas menolak Dance Yulian Flassy sebagai sekda papua,” sambungnya.

Menurutnya, Dance Yulian Flassy memiliki rekam jejak yang buruk dalam pemerintahan karena dua kali mengemban tugas sebagai Sekda Kabupaten Tolikara dan Sekda Kabupaten Sorong Selatan, namun tidak pernah menyelesaikan masa tugas.

“Kami tau rekam jejak beliau (Dance Yulian Flassy) dia sudah dua kali menjabat sekda kabupaten tapi belum selesai masa tugas ia meninggalkan jabatan dan pindah. Begitu juga saat di Sorong Selatan juga sama seperti itu. Kalau di level kabupaten saja tidak beres, bagaimana dengan tingkat provinsi,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya meminta Presiden Joko Widodo meninjau ulang penetapan sekda defenitif tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang dan mekanisme pengangkatan pejabat pemerintah.

“Kami minta pak presiden untuk meninjau kembali penetapan sekda ini atau keputusan penetapan dikembalikan kepada gubernur dan wakil gubernur sehingga bisa menentukan sekda untuk membantu birokrasi di Provinsi Papua,” pintanya.

Der Tabuni menambahkan, pihaknya juga berencana untuk menggugat keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta.

Senada dengan itu, Kepala Suku Wilayah Lapago, Paus Kogoya, mengatakan, pihaknya juga menolak hasil penetapan sekda defenitif. Ia menilai penetapan tersebut melanggar undang-undang.

“ Kami melihat bahwa ada kejanggalan dalam penetapan sekda karena hasil seleski menunjukan pak Doren Wakerwa mendapat nilai tertinggi namun saudara Dance Yulian Flassy yang dipilih, ini sama saja pemerintah melanggar undang-undang yang ada,” ujarnya.

“ Kalau negara sendiri tidak mematuhi undang-undang, bagaimana dengan masyarakat? Jadi kami minta negara ikuti aturan yang ada, jangan menyimpang,” katanya.**