Dalam Kenangan Abadi Habel Melkias Suwae: Pencetus Gagasan Pemberdayaan Kampung

Almarhum Habel Melkias Suwae/Istimewa

Oleh: Peter Tukan*

DALAM kenangan (In Memoriam) yang abadi, telah pergi ke Rumah Sang Pencipta Semesta Alam, Habel Melkias Suwae – penggagas dan tokoh “Pemberdayaan Masyarakat” pada Kamis (3/9).  Dia pergi untuk selamanya. “Gajah mati meninggalkan gading – Habel pergi selamanya meninggalkan keharuman nama dan teladan  hidup  yang dikenang dan diteladani selamanya”. Di kalangan sahabat-sahabatnya, almarhum Habel  Melkias Suwae semasa hidupnya sering disapa dengan panggilan akrab  “Kaka HMS”.

Habel lahir di kampung Tablanusu, Distrik Depapre,  Kabupaten Jayapura, Tanah Papua pada 28 Mei 1952. Sang istri terkasi, Kostafina Bonay telah pergi  mendahuluinya ke Sorga Abadi  pada beberapa tahun yang lalu.  Dari perkawinan keduanya, terlahirlah  lima orang anaknya: Hans, Lodwik, Yeheskiel, Billy dan Inyo.

Semasa menjabat sebagai Bupati Kabupaten Jayapura  dua periode ini 2001-2011,Habel dikenal sebagai seorang penggagas atau pencetus sekaligus tokoh terdepan dalam program “Pemberdayaan Masyarakat Distrik dan  Kampung”.

Salah seorang yang sangat mengenalnya dan ikut mendampinginya selama Habel menjabat sebagai Bupati Kabupaten Jayapura adalah  Prof. Dr.W.I.M.Poli – seorang Profesor bidang Ekonomi di Universitas Hasanuddin, Makassar.

Menurut catatan Bapak Poli,  Habel adalah pemilik gagasan “Pemberdayaan Masyarakat” yang dicetuskannya sejak akhir tahun 2001 ketika Habel menduduki jabatan Bupati jayapura.

Pada 15 Mei 2006 dalam suatu wawancara khusus di Kantor Bupati Jayapura, Sentani,  Habel mengatakan:”Saya berpendapat bahwa siapa tahu suatu ketika pemikiran pemberdayaan distrik dan kampung itu bisa menjadi model atau bahan pembanding kita di Indonesia. Sebenarnya ini bukan model baru. Jika dilihat dari segi pemerintahan, bentuk seperti itu secara formal sudah ada, tetapi kurang diberi perhatian untuk tingkat kecamatan dan desa. Ini suatu pengalaman yang ....siapa tahu ada manfaatnya di lingkungan pemerintah dimana saja, baik pada tingkat kota, kabupaten, dan provinsi. Beberapa kabupaten/kota sudah mengadopsi  apa yang kami lakukan di Kabupaten Jayapura,” kata Habel Melkias Suwae.

Gagasan pemberdayaan masyarakat kampung dan distrik yang dicetuskan Habel justru lahir dari kandungan nuraninya yang paling dalam yakni cita-cita dan keinginan memberdayakan masyarakat kampung dari “Suara Hati Yang Memberdayakan”. Gagasan pemberdayaan kampung, sebenarnya telah berkecambah di dalam nuraninya sendiri semenjak dirinya menjabat Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Ketua DPRD Kabupaten Jayapura.

“Sebelum jadi Ketua DPRD (1999-2001)  saya jadi Ketua KNPI (1985-1990). Saya mengamati bagaimana pada awal persidangan apa yang diprogramkan dari bawah kadang-kadang tidak masuk dalam anggaran tahunan... Saya mencoba memehami {rogram Pengembangan  Kecamatan (PPK) dari bank Dunia. Sebagai Ketua DPRD, saya berdiskusi dengan Ketua BPMD (Samuel padolo) dan Ketua Bappeda (Purnomo). Dengan adanya otonomi daerah, kita diberi wewenang untuk melakukan apa saja (yang sesuai dengan aspirasi dan kemampuan setempat). Saya mengembangkan ide PPK. Mengapa Bank Dunia saja menetapkan fokus pembangunan  di kecamatan? Mengapa kita tidak mengambil fokus di kecamatan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah Kabupaten, karena kecamatan dekat dengan rakyat? Bank Dunia berani ke kecamatan, tetapi justru pemerintah tidak,” kata  Habel.

Menurut Kaka HMS, program pemberdayaan distrik dan kampung  (PPDK) itu lahir dari suatu keberanian saja, tanpa didahului suatu kajian ilmiah. Sebagai suatu gagasan yang baru, yang pernah dijuluki gagasan “gila” program  ini tidak serta merta didukung oleh sebagian pejabat di kalangan eksekutif dan legislatif.

“Kalau kita berbicara tentang pembangunan untuk rakyat, rakyat itu ada di kampung. Dari aspek perencanaan mereka sudah terlibat secara aktif dalam perencanaan dari bawah melalui Musbangdes. Kita perlu memebrikan  kesempatan kepada masyarakat kampung untuk merumuskan dan mengerjakan sendiri apa yang diputuskannya. Inilah aspek pemberdayaan,” tegas Habel.

Lebih lanjut Habel mengatakan, kita banyak berbicara tentang rakyat tetapi kita tidak tahu banyak tentang mereka. Dari segi pemberdayaan, kita berikan kewenangan sehingga orang di kampung itu berdaya. Saya mau bertanya, mengapa kita tidak beri kesempatan kepada mereka? Se3pe3rti dalam permainan bola, jangan dulu kita vonis orang tidak mampu. Berikan dulu kesempatan baginya untuk bermain, kemudian kalau ada salahnya baru diperbaiki... Kita mengelesaikan masalah yang ada, tetapi kita juga berpikir ke depan. Oleh karena itu, saya pikir, ada ruang di kampung untuk mana kita berikan mereka kewenangan.

Saya jadi Bupati dan saya coba cara-cara yang dekat dengan rakyat. Rakyat adalah bagian dari tanggungjawab. Saya pikir, mereka mampu berpikir. Kapan mereka berpikir tentang mereka sendiri supaya mereka menjadi subyek pembangunan?

“Kita berbicara tentang orang asli papua, dimanakah mereka berada. Bagian terbesar ada di kampung, di gunung, di lembah, di tepi sungai dan pantai, jauh dari pusat pemerintahan. Karena itu, kalau saya jadi gubernur, penerapan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi  Papua, tidak dibatasi hanya di kabupaten, tetapi sampai ke distrik dan kampung,” tegas Habel  yang pemikiran cerdas ini telah dituangkannya dalam buku “Suara Hati yang Memberdayakan”.

Kini, Kaka HMS sudah pergi untuk selamanya dari kehidupan kita bersama. Dia adalah salah satu tokoh Orang Asli Papua yang selama hidupnya senantiasa mampu membawa diri secara bijaksana, sejuk dan bersahabat.

Kelebihan Kaka HMS antara lain, menyapa setiap orang dengan  Hati – penuh keramahtamaan, tidak meledak-ledak, senyum selalu menghiasi bibirnya, tidak mau bermusuhan, tidak mau membeda-bedakanSARA, dan “kebapaan”. Sifat “kebapaan”nya inilah yang mendominasi kepemimpinannya selama memangku begitu banyak tugas dan jabatan yang diemban di atas pundaknya.

Dia seorang Sahabat dan Bapak yang bijaksana dalam perjalanan hidup bersama di tengah masyarakat. Dia adalah tokoh yang patut diteladani oleh semua orang terutama kaum milenial di Tanah Papua dan seluruh Nusantara. Selamat Jalan Kaka HMS ke Sorga Abadi. Beristirahatlah Dalam Damai – RIP!

Gajah mati meninggalkan gading – Kaka HMS pergi untuk selamanya meninggalkan keharuman nama dan teladan kemanusiaan.

*Peter Tukan: mantan wartawan ANTARA; mantan anggota DPD Golkar  Provinsi Papua (Bidang Komunikasi dan Kehumasan)  semasa kepemimpinan “Kaka HMS”  sebagai Ketua DPD I Golkar Provinsi Papua.