MRP: Masyarakat Papua Tidak Tuntut Dana Otsus, Tapi Kewenangan

Ketua MRP, Timotius Murib/Dian Mustikawati

JAYAPURA, wartaplus.com – Penolakan terhadap keberlanjutan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat yang akan berakhir pada Desember 2021, terus diteriakkan oleh berbagai komponen masyarakat Papua, termasuk dari Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan lembaga representasi cultural orang asli Papua.

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib menegaskan alasan penolakan keberlanjutan undang undang Otsus yang santer disebut Otsus Jilid II, dikarenakan pemerintah pusat hanya melihat  dari segi dana yang dikucurkan, tanpa melihat kewenangan yang sejatinya menjadi hak dari pemerintah dan rakyat Papua

“MRP pada dasarnya mengapresiasi kebijakan Pemerintah Pusat yang telah perhatian kepada rakyat papua, tetapi hari ini kepuasan dari batin oap (orang asli papua) ini belum cukup. Ini karena pemerintah pusat lebih lihat kepada dananya,” keluh Timotius saat diwawancarai wartawan usai menghadiri rapat pembahasan Otsus bersama Fokopimda Papua, anggota DPR RI dan DPD, di Jayapura, Kamis (13/8) kemarin.

Menurut dia, pemerintah Papua tidak menuntut dana dari Undang undang Otsus tetapi lebih kepada kewenangan untuk menjalankan setiap pasal dalam UU Otsus tersebut.

“Pemerintah dan rakyat Papua saat ini merasa di kebiri oleh kewenangan kita sendiri (pasal dalam undang undang Otsus). Sehingga ini yang perlu kita satukan persepsi. Hari ini jangan lihat otsus itu dalam bentuk uang, tapi kewenangan. Ini yang dituntut oleh pemerintah papua dan rakyat papua,” tegas Timotius

Lanjut dijelaskan Timotius, jika mengacu pada pasal 77 UU Otsus 2001, maka yang berhak untuk melakukan evaluasi otsus adalah rakyat Papua. Merujuk pada itulah, pihaknya bersama DPR Papua akan menfasilitasi membuka ruang untuk seluruh komponen masyarakat memberikan pendapat dalam rangka evaluasi Otsus

“MRP menghargai berbagai pihak yang melakukan evaluasi, tapi kami juga akan melaksanakan evaluasi sesuai pasal 77 itu. Maka rakyat papua sebagai penerima otsus itu, mereka wajib juga memberikan pendapat dalam rangka perbaikan otsus ke depan,” jelasnya.

Selama kurun waktu 20 tahun pemberlakuan UU Otsus, aku Timotius, banyak pasal yang tidak berjalan dengan baik. Sehingga inilah yang kemudian perlu di diskusikan dengan DPR RI dan DPD agar dapat ditindaklanjuti ke pemerintah pusat

Timotius juga mengutip pernyataan Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal saat rapat bersama utusan DPR RI dan DPD RI yang menyebutkan Papua bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republic Indonesia)  bukan kosongan. Papua bergabung dengan satu pulau besar dan segala kekayaan alam di dalamnya.

“Sehingga jika dipersoalkan dana otsus Rp92 triliun yang telah dikucurkan cukup besar, itu tidak sebanding dengan yang kita berikan, lebih dari semua itu. Sehingga lebih baik bicara kewenangan, dan bukan soal dananya,” tegasnya lagi

Disinggung mekanisme jajak pendapat rakyat soal otsus? Timotius menegaskan mekanisme yang dilakukan oleh MRP dgn DPRP dalam rangka memfasilitasi rakyat berpendapat itu tentunya dilakukan secara resmi

“Bukan aksi apalagi demo anarkis, tidak seperti itu, jadi santun. Kita gelar forum, dengan perwakilan organisasi lembaga, mereka berikan pendapat secara berwibawa. Secara ilmiah juga harus dibutkikan dengn data. Plus minus harus kita ketahui dan sampaikan ke pemerintah pusat. Sehingga perubahanyang dikehandaki kedepan lebih baik dari hari ini,” tutup Timotius.**