Dugaan Penggelapan Dana Ganti Rugi Tahap Pertama Bandara Udara Siboru

Bandara Udara Siboru/ fakfakkab.blogspot.com

JAYAPURA,wartaplus.com-  Ketua tim  5 marga penggugat tanah lokasi Bandara Udara Siboru telah melayangkan pengaduan ke Kapolres Fak-Fak terkait dugaan penggelapan dana ganti rugi tahap pertama bandara sebesar Rp 26 Miliar,  tahun 2019 yang diduga di lakukan oleh AH yang juga sebaga ahli waris.
“Pengaduan suda dilayangkan pada tangal 1 Juli 2020 namun pengadu belum juga diperiksa oleh pihak aparat kepolisian, “ujar Pieter Ell S.H sebagai  ketua tim kuasa hukum lima marga selaku penggugat,

Dikatakan, kami sebagai tim kuasa hukum yang terdiri dari 20 advokat berharap proses hukum segera dilanjutkan karena tembusan surat ini juga suda di kirimkan kepada presiden dan para menteri. “Klien kami sudah siap dengan saksi dan bukti-bukti  jika dibutuhkan penyidik,”ujarnya

Diketahui sengketa lahan Bandar Udara Siboru di Kabupaten Fak-Fak yang dibangun diatas tanah seluas 206 hektar, masih terus bergulir hingga saat ini.
Ironisnya kasus tersebut masih menjadi tanda tanya besar dan belum ada titik terang penyelesaian ganti rugi hak ulayat sebenar Rp. 105 Miliar kepada lima marga yakni marga Uss, Pattipi, Patiran, Amor/Komor, dan Hombore oleh pemerintah Daerah setempat.

Sementara itu menurut salah satu pemberitaan media online di Papua Barat, kasus itu sudah ada titik penyelesaian melalui rapat adat yang mengesahkan pemilik hak ulayat tunggal yakni  Marga Hombore. Sementara Itu Kuasa Hukum lima Marga selaku penggugat, Pieter Ell S.H. menuding rapat adat penyelenggaraan sengketa itu dinilai Ilegal.

"Itu tidak benar. Rapat itu ilegal. Masa rapat di rumah Raja, tidak ada Raja selaku tuan rumah dan perangkatnya, bahkan menghasilkan suatu penyelesaian," ucapnya, ketika di hubungi, Rabu (10/6) siang.

Pengacara kondang asal Papua itu menjelaskan ada tiga alasan kliennya tidak menghadiri rapat adat tersebut. "Kami tidak hadir lantaran tiga faktor yakni undangan dari Raja Ati-Ati tidak jelas, tidak ada jaminan keamanan serta kami patokan pada instruksi pemerintah terkait tidak melakukan aksi kumpulan apalagi mengumpulkan masa saat,"cetusnya.

Diketahui Lima suku adat di Kabupaten Fak-Fak, Papua Barat menuntut ganti rugi hak ulayat sebenar Rp. 105 miliar kepada pemerintah setempat terkait pembangunan bandara udara Siboru diatas tanah seluas 206 hektar.

Pembayaran pernah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, namun dana tersebut tidak tepat sasaran yang artinya uang itu dibayarkan hanya kepada salah satu marga yang notabenya sebenarnya lahan tersebut dimiliki lima suku (marga red)

Apabila nantinya proses pekerjaan bandar udara tetap berjalan, namun proses penyelesaian sengeketa belum terselesaikan, menurut kuasa hukum penggugat pihaknya akan menempuh jalur hukum yang berlaku.*