Hakim MA Ditantang ke Papua, Jelaskan Putusannya yang Menghapus Pajak Air Permukaan PTFI

Tambang PT.Freeport Indonesia/Google.com

JAYAPURA, - Pemerintah Provinsi Papua menantang para Hakim Mahkamah  Agung yang telah membatalkan putusan Pengadilan Pajak terkait Pajak Air Permukaan PT.Freeport Indonesia (PTFI). Tantangannya yaitu, Majelis Hakim  yakni Ketua Hary Djatmiko, dan anggotanya Yosran dan Is Sudaryono, harus datang ke Papua dan menjelaskan langsung ke Pemerintah dan juga rakyat di Bumi Cenderawasih terkait putusannya yang telah menghapus pajak air permukaan PTFI sebesar Rp3,9 Triliun (sebagaimana putusan pengadilan pajak Jakarta yang memerintahkan PTFI membayar pajak air permukaan sebesar Rp3,9 Triliun ke pemprov papua)

"Saya menantang para hakim ini harus datang ke Papua untuk menjelaskan kepada pemerintah dan rakyat Papua, terkait putusannya. Hasil riset seperti apa yang sudah dilakukan sehingga membatalkan putusan pengadilan pajak," tantang Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua, Elia Loupatty kepada awak pers di Jayapura, Rabu (25/4).

Menurut Loupatty, hakim MA sungguh hebat karena hanya dalam waktu dua bulan melakukan peninjauan kembali langsung bisa memutuskan perkara. Padahal sebelumnya ketika berperkara di pengadilan pajak, membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk kemudian perkara ini diputuskan oleh hakim

"Bagi saya hakim MA ini hebat sekali, dalam mempelajari perkara putusan pengadilan pajak yang cukup menyita waktu lebih dari setahun dengan penjelasan tekhnis yang luarbiasa, baru diputuskan luarbiasa. Tetapi ini penijauan kembali hanya dua bulan berproses. Ini kanhakim agung hebat sekali. Makanya kami minta hakim ini harus menjelaskan kepada pemerintah dan rakyat Papua dan bukan hanya diatas selembar kertas putusan saja," herannya

"Apakah mereka dalam sebulan dua bulan ini memahami dan mengerti soal perkara ini? Kalau kami tim tekhnis pemprov Papua sangat mengerti ukuran dan hitungan yang digunakan dalam perkara ini," herannya lagi.

Loupatty menambahkan, direncanakan dalam waktu dekat Gubernur bersama DPRP, MRP akan menemui Presiden terkait putusan MA ini 

"Tugas pemda kami harus mempertanyakan ke MA walaupun kami tahu dari sisi undang undang. Bagi saya inilah istilah, rintihan pemerintah dan rakyat papua atas peninjauan kembali MA," ujarnya.

Dikutip dari laman detikcom, MA menghapus pajak air yang ditanggung Freeport sebesar Rp 3.958.500.000.000. MA beralasan Freeport dan pemerintah RI terikat perjanjian kontrak karya yang berlaku khusus bagi kedua belah pihak. Jadi pajak air yang diterapkan Pemprov Papua tak berlaku.


"Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.79871/PP/M.XVB/24/2017 tanggal 18 Januari 2017," demikian lansir putusan MA sebagaimana dikutip detikcom dari website-nya, Jumat (20/4) lalu.


Ada empat alasan MA memenangkan Freeport. Berikut alasannya:

1. Terkait doktrin hukum kontrak bahwa kontrak karya antara Freeport dengan Pemerintah RI, yang telah disetujui oleh Pemerintah RI setelah mendapat rekomendasi DPR dan departemen terkait, mengikat dari Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, sesuai pula dengan surat dari Menteri Keuangan Nomor S-1032/MK.04/1988 tanggal 15 Desember 1998, bersifat khusus yaitu lex spesialis derigat lex generalis dan berlaku sebagai UU bagi pembuatnya. (Vide pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).

2. Sifat kekhususan memiliki yurisdiksi dan kedudukan perlakuan hukum sama tanpa ada pembedaan perlakuan dalam pelayanan hukum.

3. Perikatan atau perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata).

4. Bahwa perkara a quo pada dasarnya merupakan kebijakan fiskal yang merupakan otoritas pemerintah pusat (dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai mandatory). Hal ini secara historis dapat dibaca dalam Penjelasan UU PRDR (vide UU Nomor 18/1997 ho UU Nomor 34/2000), yang menyatakan: kebijakan perpajakan antara pemerintah pudat dan pemerintah daerah pada hakikatnya merupakan sistem dan bagian dari suatu kebijakan fiskal nasioanal dan oleh karenanya terbanding (sekarang termohon peninjauan kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 32 dan Pasal 33A ayat 4 UU Pajak Penghasilan jo Penjelasan Pasal 13 UU Nomor 24/2000 tentang Perjanjian Internasional artikel 27 Vienna Convention, jo Pasal 13 Kontrak Karya, jo Surat Menteri Keuangan Nomor S-604/MK.017/1998.*